Kepala kampung satu ini benar-benar kampungan! Cari duit untuk
pembangunan kampung, Karim, 40 (bukan nama sebenarnya), tega memeras Rp
10 juta pada warganya sendiri. Lewat tawar menawar, pemerasan itu turun
menjadi Rp 3 juta. Tak puas dengan pemerasan tersebut, akhirnya Karim
dilaporan warganya ke polisi.
Untuk membangun kampungnya, pamong desa termasuk kepala kampung
memang harus kreatip. Jangan hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah,
tapi juga harus mampu menggali dana sendiri, misalnya lewat urunan atau
patungan. Jika sudah berhasil menunjukkan prestasi, niscaya dana
pemerintah semacam PNPM (Program Nasional Pembangunan Mandiri) bisa
turun dengan cepat.
Tapi agaknya Karim sebagai Kepala Kampung tak peduli dengan cara-cara
itu. Entah murni untuk membangun kampung, atau untuk membangun perutnya
sendiri, dia tega menciptakan peluang “bisnis” yang tidak terpuji,
justru terkutuk. Bayangkan, hanya gara-gara ada tamu suami istri tak
melapor, dituduh mau berbuat macam-macam. Lalu Ny. Sakinem, 30 (bukan
nama sebenarnya), selaku tuan rumah “didenda” Rp 10 juta dengan dalih
untuk damai, daripada dilaporkan ke polisi.
Kisahnya berawal, ibu rumahtangga di Kampung Nunggalrejo, Kecamatan
Punggur, Lampung Tengah ini malam-malam ketamuan temannya, Ngadinah, 28
(bukan nama sebenarnya), bersama suami untuk mengambil motor. Baru saja
mereka duduk-duduk minum, mendadak kepala kampung Karim datang sambil
marah-marah. Katanya, Sakinem sengaja mau berbuat mesum dengan Ngadinah
sang tamu. Lho, lho….berbuat mesum bagaimana, sesama perempuan kok
dituduh berbuat mesum. Memangnya lesbian, apa?
Kata Karim kemudian, daripada diperpanjang jadi urusan polisi,
mendinbgan bayar denda saja Rp 10 juta untuk membangun kampung. Tentu
saja Sakinem geleng-geleng kepala. Wah, wah, ini Kepala Kampung lebih
pinter cari duit daripada oknum Banggar DPR. Bila wakil rakyat itu
“hanya” minta komisi, Kepala Kampung ini justru memeras warga sendiri.
“Saya takkan bayar, sampai ke mana saya ladeni,” tantang Sakinem.
Ternyata oleh Karim kasus ini benar-benar dibawa ke Polsek Punggur.
Celakanya, polisi bukan mencegah aksi pemerasan itu, ada kesan
membiarkan saja. Buktinya, pemerasan Kepala Kampung itu bukan ditindak,
hanya turun menjadi Rp 5 juta saja. Daripada ribut, akhirnya Sakinem mau
membayar Rp 3 juta dulu, sisanya menunggu jika sudah ada uang lagi.
Urusan dianggap selesai untuk sementara.
Ee, ternyata hari berikutnya Karim minta uang lagi dengan alasan
untuk perbaikan kampung. Terkesan dirinya diperas habis-habisan untuk
suatu hal yang tak dilakukannya, Sakinem benar-benar berontak. Dia
kembali ke Polsek melaporkan pemerasan Kepala Kampung itu. Kalau perlu
juga soal pencemaran nama baiknya. Akan halnya Karim, saat dikonfirmasi
pers Cuma beralasan kayak pejabat, “Saya tak mau ngomong, nanti
keterangan saya jadi bias.”
Bias apa buas? Pintrnya cari duit. (LP/Gunarso TS)
Source : POSKOTAnews.com