MENDUDA terlalu lama membuat Mbah Jumingan, 70, asal tubruk saja. Tak
peduli gadis pekok (tidak normal), Giyem, 30, disetubuhinya
berulangkali dengan motto: biar idiot yang penting hot. Celakanya,
ketika gadis itu hamil Mbah Jumingan enggan tanggungjawab bahkan memilih
gantung diri.
Bila istri meninggal lebih dulu, seorang suami pun akan menyandang
status baru sebagai duda. Tetapi sama-sama kehilangan pasangan, kaum
lelaki umumnya tak tahan terlalu lama bersolo karier. Maka banyak
kejadian, tanah kuburan istri masih merah, duda baru itu sudah menikah
lagi. Maklum, urusan perut masih bisa diselesaikan dengan jajan di
warung sana dan warung sini, tapi khusus yang di bawah perut?
Mbah Jumingan rupanya termasuk lelaki yang tak tahan “dingin” di usia
kepala tujuh. Sejak ditinggal mati istri 5 tahun lalu, tiap malam hanya
gedabigan (tak nyenyak) tak menentu di ranjang. Miring ke kanan nggak
pas, miring ke kiri juga tidak nyaman. Akhirnya, sambil telentang tengah
malam dia hanya bisa nembang: “Bedug tiga datan arsa guling, padang
bulan kekadar neng latar, tenguk-tenguk lungguh dewe, angin midid
mangidul, saya kekes rasaning ati….. (baca: tak bisa tidur, karena
kesepian).”
Sebenarnya Mbah Jumingan ingin menikah lagi, di mana bahasa santunnya
adalah: nggo kanca glenak-glenik (teman ngobrol). Namun sayang, anak
tak ada yang mengizinkan. Semua permohonannya dibintangi, mirip orang
DPR. Alasannya, sudah tua begitu mau ngapain? Mengingat usia sudah
uzdur, sudahlah, tak perlu memikirkan paha, yang penting cari pahala
buat bekal di alam sana. Kasarnya: sudah mau masuk lobang masak masih
cari “lobang” juga.
Lantaran hasrat selalu dicegat, Mbah Jumingan lalu mencari
penyelesaian dengan caranya sendiri. Ada gadis tetangga yang idiot,
ditelateni juga. Dengan memberi sejumlah uang barang Rp 5.000,- sampai
Rp 10.000,- Giyem itu mau saja disetubuhi di rumahnya, tentu saja di
kala sedang sepi tanpa penghuni. Sejak itu Mbah Jumingan tak pernah lagi
berwacana kawin lagi, karena solusi termudah sudah diperoleh.
Prinsipnya sekarang, “Biar Giyem itu idiot, tapi di ranjang kan tetap
hot……!”
Giyem memang tak pernah tahu apa makna yang dilakukan kakek
tetangganya di Desa Desa Keputran, Kecamatan Kemalang, Klaten itu. Tapi
meski pikiran ora genep (kurang waras), organ tubuhnya normal-normal
saja. Maka setelah ovum di rahimnya mendapat pembuahan, akhirnya Giyem
pun hamil. Gegerlah warga Desa Keputran berikut jajarannya. Keluarga
lalu menginterogasi, siapa lelaki yang jadi pemegang “saham” mayoritas
itu. Dengan bahasa tergagap-gagap, dia menyebut nama Mbah Jumingan.
Tak urung Mbah Jumingan disidang oleh aparat desa. Tuntutan keluarga
tidak banyak, agar si kakek mau bertanggungjawab sehingga janin dalam
tubuh Giyem punya bapak yang jelas. Dalam sidang Mbah Jumingan menurut
saja, namanya juga jagung bakarane, wani tanggung prekarane. Sayangnya,
di rumah dia dipaido (dipersalahkan) anak-anaknya. Dituduh tuwa tuwas
(orangtua yang tidak patut), bikin malu anak cucu.
Gara-gara dipersalahkan anak cucu, Mbah Jumingan jadi stress. Dia tak
peduli lagi akan MOU yang baru saja diteken bersama pamong desa. Yang
penting segera terbebas dari masalah yang menderanya. Maka beberapa hari
lalu di esuk pagi, Mbah Jumingan ditemukan tewas gantung diri di pohon
rambutan belakang rumah. “Oalah Pak, kok semono tekadmu (bapak, kenapa
senekad ini),” ratap anak-anak Mbah Jumingan.
Daripada gantung diri, apa nggak bisa gantung nikah? (SP/Gunarso TS)
Source : POSKOTAnews.com